Jakarta - Presiden Jokowi panen kritik karena sikapnya dinilai kurang tegas dalam
menyikapi kemelut KPK vs Polri. Eks Kepala BIN Hendropriyono pun membela
Jokowi.
"Dalam kasus KPK-Polri, jangan sekali-kali menyalahkan Jokowi, karena dia adalah pilihan rakyat jelata selama ini yang terbaik sebagai Presiden RI. Dia sudah melangkah dengan tepat dan cepat, namun tentu saja tidak bisa seperti yang diinginkan oleh para demagog," kata Hendro dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Sabtu (24/1/2015).
Profesor ilmu intelijen ini mengatakan, sebagai Kepala Negara, selain punya kewenangan, Jokowi juga punya tanggung jawab terhadap keselamatan negara dan bangsa ini. Menurut Hendro, langkah Jokowi dengan mengambil posisi tengah di konflik KPK-Polri sudah benar, untuk menjaga kondisi politik tetap stabil. Sebab, dia menambahkan, tak bisa dipungkiri konflik tersebut tak lepas dari banyak kepentingan politik.
"Dia bersama Wapres sudah bertemu dengan para Ketua Parpol. Jika domain politik goncang, hukum tidak mungkin bisa ditegakkan oleh siapapun yang jadi Presiden. Setelah itu dia berkonsultasi dengan para aparat penegak hukum, untuk melangkah di domain hukum," papar Hendro.
"Dengan demikian Jokowi sebagai kepala negara sudah bertindak arif, dengan menghargai semua institusi penegak hukum dengan kewenangan masing-masing, sambil mengingatkan bahwa penegakan hukum harus dengan alasan dan pertimbangan hukum, tidak ada kepentingan non hukum dan dia melarang dengan keras perbuatan abuse of power," imbuhnya.
Hendro memberi contoh saat penegakan hukum di Indonesia melempem karena ketidakstabilan politik. "Kasus penculikan Sukarno-Hatta, kasus Supriyadi, kasus Oerip Soemohardjo dan lain-lain. Tapi setelah politik kita tertata, baru kita bisa menegakkan hukum seperti kasus Jungslager, Ruslan dan lain-lain. Jokowi sudah melaksanakan VELOX (cepat) et EXACTUS (tepat)," ujar purnawirawan jenderal bintang empat ini.
Hendro juga menepis anggapan Jokowi takut kepada Megawati. Jokowi, menurut Hendro, tak ragu untuk berbeda pendapat dengan Mega. Salah satunya soal pemilihan Luhut Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan, yang menurut Hendro, berlawanan dengan dengan parpol-parpol pendukung Jokowi. Selain tak ragu berbeda pendapat dengan Mega, Hendro juga menyebut Jokowi tak ragu melawan arus untuk hal-hal yang diyakininya tepat. "Jokowi tetap kokoh menempatkan Budi Gunawan sebagai Kapolri (hanya menunda waktunya saja, karena dia sedang membereskan tataran politik). Ini jelas merupakan bukti dia gagah berani melawan arus opini publik, yang dimotori oleh para elite LSM-LSM liberal," ulasnya.
Masuk ke polemik pelantikan Kapolri, Hendro tetap mendukung Jokowi melantik Komjen Budi Gunawan. Dia yakin proses hukum terhadap Komjen Budi akan tetap bisa berjalan meski mantan ajudan Megawati itu telah naik pangkat jadi Kapolri.
"Bangsa Indonesia patut bersyukur punya Panglima Tertinggi, Kepala Negara yang bijak dan berani. Budi Gunawan bisa dilantik, tapi hukum tetap harus jalan. Sudah terbukti kan bahwa ada ex Kapolri kita yang masuk penjara. Kalau Anda takut dia sebagai Kapolri nanti menghilangkan barang bukti, emangnya Anda yakin sekarang belum hilang?," tuturnya.
"Jadi Kapolri itu kan paling lama cuma 2 tahun, habis itu dia rakyat biasa. Kenapa takut menghukum? Saya kira para demagog, pengamat, demonstran bayaran dan lain-lain yang menebar kebencian, permusuhan, selalu menyalahkan tanpa punya jalan keluar yang sejatinya hanya anti kemapanan, harus dijebloskan ke penjara!" pungkas Hendro.
"Dalam kasus KPK-Polri, jangan sekali-kali menyalahkan Jokowi, karena dia adalah pilihan rakyat jelata selama ini yang terbaik sebagai Presiden RI. Dia sudah melangkah dengan tepat dan cepat, namun tentu saja tidak bisa seperti yang diinginkan oleh para demagog," kata Hendro dalam pesan singkatnya kepada detikcom, Sabtu (24/1/2015).
Profesor ilmu intelijen ini mengatakan, sebagai Kepala Negara, selain punya kewenangan, Jokowi juga punya tanggung jawab terhadap keselamatan negara dan bangsa ini. Menurut Hendro, langkah Jokowi dengan mengambil posisi tengah di konflik KPK-Polri sudah benar, untuk menjaga kondisi politik tetap stabil. Sebab, dia menambahkan, tak bisa dipungkiri konflik tersebut tak lepas dari banyak kepentingan politik.
"Dia bersama Wapres sudah bertemu dengan para Ketua Parpol. Jika domain politik goncang, hukum tidak mungkin bisa ditegakkan oleh siapapun yang jadi Presiden. Setelah itu dia berkonsultasi dengan para aparat penegak hukum, untuk melangkah di domain hukum," papar Hendro.
"Dengan demikian Jokowi sebagai kepala negara sudah bertindak arif, dengan menghargai semua institusi penegak hukum dengan kewenangan masing-masing, sambil mengingatkan bahwa penegakan hukum harus dengan alasan dan pertimbangan hukum, tidak ada kepentingan non hukum dan dia melarang dengan keras perbuatan abuse of power," imbuhnya.
Hendro memberi contoh saat penegakan hukum di Indonesia melempem karena ketidakstabilan politik. "Kasus penculikan Sukarno-Hatta, kasus Supriyadi, kasus Oerip Soemohardjo dan lain-lain. Tapi setelah politik kita tertata, baru kita bisa menegakkan hukum seperti kasus Jungslager, Ruslan dan lain-lain. Jokowi sudah melaksanakan VELOX (cepat) et EXACTUS (tepat)," ujar purnawirawan jenderal bintang empat ini.
Hendro juga menepis anggapan Jokowi takut kepada Megawati. Jokowi, menurut Hendro, tak ragu untuk berbeda pendapat dengan Mega. Salah satunya soal pemilihan Luhut Panjaitan sebagai Kepala Staf Kepresidenan, yang menurut Hendro, berlawanan dengan dengan parpol-parpol pendukung Jokowi. Selain tak ragu berbeda pendapat dengan Mega, Hendro juga menyebut Jokowi tak ragu melawan arus untuk hal-hal yang diyakininya tepat. "Jokowi tetap kokoh menempatkan Budi Gunawan sebagai Kapolri (hanya menunda waktunya saja, karena dia sedang membereskan tataran politik). Ini jelas merupakan bukti dia gagah berani melawan arus opini publik, yang dimotori oleh para elite LSM-LSM liberal," ulasnya.
Masuk ke polemik pelantikan Kapolri, Hendro tetap mendukung Jokowi melantik Komjen Budi Gunawan. Dia yakin proses hukum terhadap Komjen Budi akan tetap bisa berjalan meski mantan ajudan Megawati itu telah naik pangkat jadi Kapolri.
"Bangsa Indonesia patut bersyukur punya Panglima Tertinggi, Kepala Negara yang bijak dan berani. Budi Gunawan bisa dilantik, tapi hukum tetap harus jalan. Sudah terbukti kan bahwa ada ex Kapolri kita yang masuk penjara. Kalau Anda takut dia sebagai Kapolri nanti menghilangkan barang bukti, emangnya Anda yakin sekarang belum hilang?," tuturnya.
"Jadi Kapolri itu kan paling lama cuma 2 tahun, habis itu dia rakyat biasa. Kenapa takut menghukum? Saya kira para demagog, pengamat, demonstran bayaran dan lain-lain yang menebar kebencian, permusuhan, selalu menyalahkan tanpa punya jalan keluar yang sejatinya hanya anti kemapanan, harus dijebloskan ke penjara!" pungkas Hendro.
0 komentar: